Endingnya Gini! Air Mata Yang Menjadi Racun Sunyi
Air Mata yang Menjadi Racun Sunyi
Kabut tipis menyelimuti Paviliun Bulan Purnama. Di dalamnya, Cai Lin duduk bersimpuh di depan guqinnya. Jemarinya yang lentik menari di atas senar, menghasilkan nada-nada lirih yang menusuk kalbu. Malam itu, musiknya lebih kelam dari biasanya – sebuah ratapan bisu.
Lima tahun lalu, hidupnya adalah kebahagiaan yang sempurna. Ia dan Li Wei, cinta pertamanya, berjanji sehidup semati di bawah pohon persik yang sedang bermekaran. Namun, kebahagiaan itu hancur berkeping-keping ketika ia mendapati Li Wei berselingkuh dengan Lian Mei, sahabatnya sejak kecil.
Pengkhianatan itu menghancurkan Cai Lin. Bukan hanya hatinya yang terluka, tapi juga kepercayaannya pada dunia. Ia memilih DIAM. Bukan karena ia lemah, tidak. Ia menyimpan sebuah rahasia yang TERLALU BERBAHAYA untuk diungkap.
Setiap malam, air matanya menetes di atas guqin, meresap ke dalam kayu, menjadi racun sunyi yang perlahan merambat. Ia tahu Li Wei akan menikah dengan Lian Mei, sebuah pernikahan yang didasari ambisi dan kekayaan semata. Ia bisa saja menghancurkan mereka, mengungkap kebusukan mereka. Tapi, itu bukan gayanya.
Misteri kecil mulai bermunculan. Penyakit aneh menjangkiti Lian Mei, membuatnya kurus kering dan kehilangan kecantikannya. Li Wei, yang dulunya gagah perkasa, mulai sering sakit-sakitan. Dokter istana pun angkat tangan.
Cai Lin tahu penyebabnya. Racun sunyi dari air matanya telah meresap ke dalam teh yang setiap hari ia hidangkan untuk Li Wei dan Lian Mei – teh yang ia siapkan sendiri, dengan senyuman pahit di bibirnya.
Ia tidak menggunakan kekerasan. Ia hanya membiarkan takdir yang bekerja. Takdir yang ia 'bantu' dengan racun sunyi.
Pernikahan Li Wei dan Lian Mei akhirnya menjadi mimpi buruk. Kekayaan mereka lenyap ditelan hutang. Lian Mei meninggal dalam kesengsaraan, dan Li Wei menjadi gelandangan yang terlupakan.
Cai Lin menyaksikan kehancuran mereka dari kejauhan, tanpa sedikit pun penyesalan. Ia tahu, keadilan telah ditegakkan.
Suatu malam, seorang pelayan tua mendekatinya. "Nona Cai Lin," bisiknya, "saya tahu apa yang Anda lakukan. Tapi, jangan khawatir. Saya akan menjaga rahasia Anda."
Cai Lin menatap pelayan itu. Ia tahu, pelayan itu adalah mata-mata mendiang ayahnya, yang telah lama mengawasi dirinya.
Ia tersenyum tipis. "Terima kasih," jawabnya lirih.
Malam semakin larut. Cai Lin kembali memainkan guqinnya. Nada-nadanya kini lebih tenang, lebih damai. Racun sunyi telah menunaikan tugasnya.
Namun, di balik ketenangan itu, ada satu pertanyaan yang terus menghantuinya: apakah ia benar-benar sudah bebas, atau justru terperangkap dalam racunnya sendiri...?
You Might Also Like: Cerita Seru Ia Melihatku Lewat Story