Kisah Populer: Rahasia Yang Membunuh Raja
Rahasia yang Membunuh Raja
Kabut ungu menyelimuti Istana Teratai, aroma dupa cendana beradu dengan isak tangis yang tertahan. Di sanalah, di singgasana giok yang dingin, Raja Agung Li Wei terbaring, mata terpejam untuk selamanya. Bukan pedang atau panah yang merenggut nyawanya, melainkan RAHASIA yang menggerogoti hatinya.
Lihatlah Mei Hua, sang permaisuri bergaun sutra putih. Wajahnya pucat pasi, seolah bulan telah mencuri warnanya. Matanya, danau kesedihan, memantulkan bayangan sang raja yang telah pergi. Cinta mereka, dahulu bagai lukisan awan di langit musim semi, kini hancur berkeping-keping bagai kaca yang jatuh.
Namun, benarkah mereka saling mencintai?
Atau itu hanya ilusi yang dipintal oleh benang-benang takdir?
Setiap malam, Mei Hua bermimpi. Dalam mimpinya, ia bukan permaisuri, melainkan seorang pelukis istana, seorang wanita biasa bernama Lian. Dalam mimpinya, Li Wei bukan raja, melainkan seorang pangeran yang mencintai seni, yang matanya berbinar setiap kali melihat lukisan bunga persik karya Lian.
Cinta mereka di sana, di dimensi mimpi itu, begitu nyata, begitu murni, bagai embun pagi yang menempel di kelopak bunga. Mereka berjanji untuk bersama selamanya, terikat oleh kuas dan kanvas, oleh warna dan cahaya.
Namun, takdir punya caranya sendiri untuk mempermainkan hati manusia.
Suatu hari, Lian menemukan sebuah gulungan tersembunyi di ruang kerja raja. Gulungan itu berisi rencana pengkhianatan, sebuah konspirasi untuk meruntuhkan kerajaan. Jantung Lian berdebar kencang. Nama Li Wei, pangeran yang ia cintai, tertera di sana, tertulis dengan tinta darah.
Dalam mimpinya, Lian menusuk Li Wei dengan kuas beracun. Bukan untuk membunuhnya, melainkan untuk membebaskannya dari takdir keji itu. Setelahnya, ia terbangun, basah oleh keringat dingin, dan mendapati Raja Li Wei terbaring tak bernyawa.
Bertahun-tahun berlalu. Mei Hua, sang permaisuri yang berduka, menemukan sebuah kotak kayu tua di loteng istana. Di dalamnya, terdapat sebuah lukisan bunga persik yang belum selesai. Di belakang lukisan itu, tertulis sebuah pesan dengan tinta pudar: "Untuk Lian, cintaku abadi. Aku tahu kau akan mengerti… Pengorbananmu…*"
Saat itulah, Mei Hua mengerti.
Cinta yang membunuh raja bukanlah cinta yang nyata, melainkan cinta dalam mimpi, cinta dalam lukisan, cinta dalam dimensi waktu yang terlupakan. Dan ia, Mei Hua, bukanlah permaisuri yang dicintai, melainkan bayangan dari seorang pelukis bernama Lian. Ia hanya alat dalam permainan takdir, seorang saksi bisu dari cinta yang terlalu besar untuk dunia ini.
Misteri itu terpecahkan. Keindahannya justru MEMBAKAR hatinya hingga menjadi abu.
"Persik itu... beracun… bukan?"
You Might Also Like: Supplier Kosmetik Tangan Pertama Bisnis_13