Kisah Seru: Kau Memegang Tanganku, Tapi Kau Sedang Menandatangani Akhir Kita.
Kau Memegang Tanganku, Tapi Kau Sedang Menandatangani Akhir Kita
Bunga Wisteria ungu menjuntai dari kanopi yang rimbun, sama persis seperti yang ada di taman kediaman keluarga Wei seratus tahun lalu. Aroma manisnya menusuk indra penciuman Jiang Li Hua, membuatnya terhuyung sejenak. Bukan sekadar aroma, melainkan KENANGAN.
Di hadapannya, Wei Jun, pewaris generasi ketiga Wei Shi Group, tersenyum. Senyum yang sama – senyum iblis – yang menghantui mimpinya selama seratus tahun terakhir. Tangannya menggenggam tangannya, hangat dan meyakinkan. Namun, matanya, sedingin es, memancarkan perhitungan.
"Kau sangat cantik, Li Hua," bisiknya, suaranya merdu namun menyimpan racun. "Aku sangat beruntung bisa memilikimu."
Li Hua membalas tatapannya. Seratus tahun lalu, tatapan seperti itu membuatnya mabuk kepayang. Seratus tahun lalu, dialah Wei Mei Lan, tunangan Wei Jun, yang dibutakan oleh cinta dan janji. Seratus tahun lalu, dia dikhianati, difitnah, dan dihancurkan demi ambisi keluarga Wei.
Reinkarnasi itu nyata, pikirnya. Dia kembali, bukan untuk cinta, melainkan untuk KEADILAN.
"Aku juga merasa beruntung, Tuan Wei," jawabnya, senyumnya tipis dan dingin. Ia bisa merasakan kertas kontrak di antara jari mereka, bukan pernikahan, melainkan kontrak penghancuran. Wei Jun tidak tahu, bahwa setiap tanda tangan, setiap detil kecil yang disetujuinya, adalah tali yang menjerat perusahaannya sendiri.
Suara lonceng angin berdentang, sama persis seperti yang digantung di paviliun belakang rumah Wei. Dulu, dia sering duduk di sana, menunggu Wei Jun datang membawakannya puisi. Sekarang, yang dibawanya adalah kekacauan dan kebangkrutan.
Perlahan, rahasia masa lalu terungkap. Potongan-potongan ingatan kembali, seperti pecahan kaca yang mencoba disusun kembali. Ia ingat malam itu, malam pengkhianatan. Ia ingat suara Wei Jun, yang menyuruhnya untuk pergi. Ia ingat darah yang mengalir, dan rasa sakit yang tak tertahankan. Ia ingat sumpahnya sebelum menghembuskan nafas terakhir.
Wei Jun, tanpa sadar, berjalan menuju jurang yang digalinya sendiri. Ia terlalu sibuk mengejar keuntungan, hingga tak melihat tatapan gelap di mata Li Hua. Ia terlalu yakin dengan kekuasaannya, hingga tak menyadari bahwa Li Hua adalah pembalas dendam yang menyamar.
Di puncak acara peluncuran produk terbaru Wei Shi Group, Li Hua naik ke atas panggung. Microphone di tangannya, ia memandang ribuan pasang mata yang menatapnya. Kemudian, dengan suara jernih dan tanpa emosi, ia mengungkap kebenaran. Kebenaran tentang kebusukan di balik kemewahan, kebohongan di balik senyuman, dan dosa yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Wei Jun membeku di tempatnya. Wajahnya pucat pasi. Ia tahu, semua yang dikatakan Li Hua adalah benar. Ia tahu, semuanya sudah berakhir.
Li Hua turun dari panggung. Tanpa sepatah kata pun, ia meninggalkan Wei Jun yang terhuyung sendirian di tengah badai yang diciptakannya sendiri. Balas dendamnya bukan dengan kemarahan, melainkan dengan KEHENINGAN. Pengampunan yang menusuk lebih dalam dari pedang.
Ia berjalan menjauh, meninggalkan gedung yang bergemuruh di belakangnya. Di tangannya, ia menggenggam liontin berbentuk bunga Wisteria, satu-satunya peninggalan dari kehidupan sebelumnya.
Satu kalimat terngiang di benaknya, bisikan dari kehidupan sebelumnya: " Jangan lupakan janjimu, Mei Lan..."
You Might Also Like: Apollo Harp Symbol Image Collection