Seru Sih Ini! Janji Itu Tertinggal Di Ruang Tahta, Bersama Bayangan Kita Yang Tak Pernah Pulang
Debu menari-nari di antara pilar-pilar marmer Ruang Tahta. Cahaya senja yang merayap masuk melukis siluet panjang di lantai, seolah memperpanjang ingatan yang tak lekang. Disinilah, tepat di tempat singgasana kini berdiri angkuh, janji itu pernah terucap. Janji yang seharunya menjadi jembatan, justru kini menjadi jurang tak terperi.
Aroma dupa cendana yang dulu menenangkan kini terasa menyesakkan. Aroma yang dulu menemaniku dan Xiang Yu saat merencanakan masa depan, kini hanya mengingatkanku pada pengkhianatan.
Aku menatap Xiang Yu. Tubuhnya tegak, tetapi matanya redup. Mata yang dulu berbinar hanya untukku, kini memancarkan kehampaan. Di tangannya tergenggam erat pedang phoenix kesayangannya, pedang yang seharusnya kita gunakan bersama untuk membela rakyat, bukan untuk merebut kekuasaan.
"Xiang Yu," suaraku bergetar, nyaris tak terdengar di keheningan ruang tahta. "Kau ingat janji kita? Janji untuk membangun kerajaan yang adil, untuk melindungi mereka yang lemah?"
Xiang Yu tidak menjawab. Ia hanya menatapku, tatapan yang menembus jantungku, mengingatkanku pada cinta yang pernah membara.
"Kau memilih tahta, Xiang Yu," lanjutku, air mata mulai mengalir di pipiku. "Kau memilih kekuasaan. Dan kau mengorbankan... kita."
Bibirnya bergetar. "Aku... aku melakukan ini untukmu, Mei Hua. Agar kau bisa hidup nyaman, terlindungi."
Aku tertawa hambar. "Terlindungi? Di dalam sangkar emas yang kau ciptakan? Aku tidak butuh tahta, Xiang Yu. Aku hanya butuh... kau."
Momen itu membeku. Waktu seolah berhenti berputar. Aku melihat penyesalan terpancar jelas di matanya, penyesalan yang terlambat, penyesalan yang tak bisa ditebus. Aku tahu, bahkan di dalam hatinya yang paling dalam, dia tahu bahwa dia telah KEHILANGAN segalanya.
Dia melangkah mendekat, tangannya terulur. Aku mundur.
"Jangan sentuh aku," bisikku. "Kau bukan lagi Xiang Yu yang kukenal."
Dia terdiam, tangannya terkulai. Cahaya senja semakin meredup, menelan bayangan kita yang tak pernah pulang.
Bertahun-tahun kemudian, setelah kerajaan yang dibangun Xiang Yu runtuh karena keserakahannya sendiri, dan setelah namanya diingat hanya sebagai tiran, aku melihat benih-benih pemberontakan tumbuh subur di tanah yang pernah kita impikan. Aku tidak memimpin mereka, tidak secara langsung. Aku hanya menanamkan ide, menyebarkan bibit keraguan di hati mereka yang terluka. Aku tahu, karma bekerja dengan caranya sendiri. Bukan aku yang membalas dendam. Takdirlah yang menuntut keadilan.
Cinta itu telah lama mati, tetapi apakah dendam abadi?
You Might Also Like: 0895403292432 Distributor Kosmetik