Wajib Baca! Bayangan Yang Menatapku Dari Balik Api
Bayangan yang Menatapku dari Balik Api
Bulan purnama menggantung di langit Jianghu, serupa koin perak yang dingin. Aroma dupa dan darah berbaur di udara, memenuhi aula yang hancur. Di tengah kobaran api yang menari-nari, aku, Li Wei, berdiri. Di hadapanku, dia. Zhang Hao, sahabat sekaligus saudaraku. Dulu.
"Wei…" suaranya serak, nyaris tak terdengar di atas deru api. "Mengapa…"
Aku tertawa hambar. Tawa yang pahit bagai empedu. "Mengapa? Pertanyaan yang bagus, Hao. Seharusnya AKU yang bertanya itu padamu!"
Kami tumbuh bersama di kuil Shaolin, ditempa dalam disiplin dan persahabatan. Janji setia kami terukir dalam darah muda. Kami bersumpah melindungi satu sama lain, mengarungi dunia persilatan bersama. Tapi dunia ini kejam, Hao. Terlalu kejam.
"Ingatkah kau sumpah kita di bawah pohon mei yang mekar?" Aku bertanya, mataku menyipit. "Kita akan melindungi sekte kita, Kuil Langit, di atas segalanya. Bahkan di atas nyawa kita sendiri."
Zhang Hao terbatuk, darah segar menyembur dari bibirnya. "Aku… aku selalu setia pada sumpah itu, Wei."
"Benarkah?" Aku melangkah mendekat, pedangku menari di tanganku, memantulkan cahaya api ke wajahnya yang pucat. "Lalu, bagaimana dengan dokumen rahasia yang kau curi? Bagaimana dengan informasi yang kau jual pada Sekte Naga Hitam?"
Mata Zhang Hao melebar. "Aku… aku tidak mengerti!"
"Jangan berbohong padaku, Hao!" Suaraku bergetar, campuran antara amarah dan kekecewaan yang mendalam. "Aku melihatnya. AKU MELIHATMU berunding dengan pemimpin mereka di Lembah Seribu Hantu! Akulah bayangan yang kau lihat, yang kau abaikan selama ini!"
Dulu, aku mengaguminya. Ketampanannya, kecerdasannya, kekuatannya. Dia adalah matahari di siang hari, sedangkan aku hanyalah rembulan yang memantulkan cahayanya. Tapi sekarang, yang kulihat hanyalah pengkhianat. Seorang PEMBOHONG!
"Mereka mengancam…" dia berbisik. "Mereka mengancam akan membunuh keluargaku…"
"Keluargamu? Lalu, bagaimana dengan keluarga KUIL KITA? Bagaimana dengan semua orang yang kau khianati? Apakah kau pikir nyawamu lebih berharga dari kehormatan kita?"
Kami saling beradu pandang, tatapan kami terkunci dalam pertarungan tanpa kata. Aku bisa melihat penyesalan, ketakutan, dan… ya, kebenaran di matanya. Dia memang dikhianati. Digunakan sebagai pion dalam permainan yang lebih besar. Tapi itu tidak mengubah apa pun.
"Kau tahu apa yang harus kulakukan, kan?" Aku berkata, suaraku melembut.
Dia mengangguk lemah. "Aku pantas mendapatkannya."
Aku mengangkat pedangku tinggi-tinggi. Angin malam berbisik di telingaku, membawa serta janji-janji masa lalu yang telah hancur berkeping-keping.
"Selamat tinggal, Hao," bisikku.
Pedangku menebas.
Api menjilat-jilat, melahap sisa-sisa kebenaran. Aku berlutut di samping tubuhnya, air mata mengalir di pipiku. Aku membunuhnya. Aku membunuh sahabatku. Demi KEADILAN. Demi KEHORMATAN.
Namun, di tengah kobaran api, aku melihat bayangan lain. Bayangan yang lebih gelap, lebih menakutkan. Bayangan yang selama ini bersembunyi di balik tirai pengkhianatan Zhang Hao.
Dan bayangan itu… adalah bayanganku sendiri. Aku menyadari semuanya. Bukan Zhang Hao yang mengkhianati kuil. Tapi aku. Akulah yang secara tidak langsung menyebabkan semua ini. Rahasia masa laluku, dendam lama keluargaku… SEMUANYA.
Aku terjebak dalam jaring-jaring kebohongan dan ambisi. Aku adalah dalang di balik semua ini, tanpa kusadari.
Aku terhuyung mundur, napasku tercekat. Kebenaran itu menghantamku bagai petir. Aku adalah monster yang selama ini kucari. Aku… AKU ADALAH PENGKHIANATNYA.
Lalu, aku melihatnya. Surat wasiat yang ditinggalkan Zhang Hao untukku. Tertulis dengan tinta yang berlumuran darah.
Di sana tertulis, "Aku tahu segalanya, Wei. Aku tahu apa yang kau lakukan. Aku memaafkanmu. Lindungi mereka. Lindungi Kuil Langit. Maafkan aku karena tidak bisa menghentikanmu."
Aku tertawa histeris. Kebenaran dan kebohongan, cinta dan benci, pengorbanan dan pengkhianatan… semuanya berputar-putar di kepalaku, membentuk pusaran kegilaan.
Aku menutup mata. Api semakin mendekat.
Sebelum semuanya menjadi gelap, aku berbisik, "Sebenarnya, akulah yang seharusnya mati di tempat ini, bukan kau."
You Might Also Like: Jual Produk Skincare Lotase Original